Rabu, 29 Agustus 2007

Ketenangan hati

Hidup manusia tidak lepas dari berbagai masalah yang datang menerpa, terkadang berwujud tantangan yang harus diatasi, di kali yang lain berupa musibah yang memerlukan ketabahan. Kadar masalah yang dihadapi sangat beragam, mulai yang ringan sampai berat. Tantangan atau apapun namanya merupakan kenyataan hidup, oleh karena itu manusia tidak bisa lari darinya, dan lagi menghindar dari persoalan -yang harus dihadapi- bukanlah suatu penyelesaian. Orang yang selalu berusaha melarikan diri dari setiap persoalan, suatu saat akan menemui penumpukan masalah yang sangat membebani.

Seiring datangnya cobaan, sering membawa dampak kejiwaan bagi yang bersangkutan, misalnya sedih, merana, dan bahkan pasrah atau putus asa. Berbagai jalan ditempuh untuk mengembalikan kepercayaan diri serta menyenangkan hatinya, dan sebagian orang banyak yang tidak peduli harus membayar berapa pun, asal kesedihannya sirna. Yang memprihatinkan, sebagian cara yang dilakukan itu tidak dibenarkan secara moral maupun agama, sehingga yang didapat bukan kesenangan malah bertambah-tambah kegundahan hatinya, belum lagi siksa Tuhan yang siap menghadangnya.

Untuk itu perlu difahami, perbedaan antara hati yang senang dengan hati yang tenang. Hati senang belum tentu membuat orang bisa tenang, namun sebaliknya hati yang tenang pasti yang bersangkutan akan merasakan kesenangan sekaligus kedamaian. Kesenangan banyak menyangkut urusan materi atau fisik, sementara ketenangan banyak berurusan dengan persoalan metafisik. Materi atau fisik adalah sesuatu yang semu –ada batas waktunya- dan nyatanya bukanlah satu-satunya sarana, yang mampu mengantarkan pemiliknya menuju kebahagiaan sejati.

Kesenangan, jelas bukan sesuatu yang paling dicari oleh seseorang dalam hidupnya, hal itu berdasarkan realita semakin dicari semakin menyengsarakan. Kalau orang itu sadar, sesungguhnya yang sangat didambakan setiap orang dalam hidup ini adalah “ketenangan hati’”. Dan karena begitu urgennya bagi kehidupan manusia, maka tanpa ketenangan hati semuanya akan menjadi hampa. Secara logika, apalah artinya gaji besar, posisi mapan bila justru membuat hatinya tersiksa.

Ketenangan hati tidak dapat dibeli, karena tak tergantikan oleh materi macam apapun. Ketenangan hati dapat memberi kepuasan hakiki, meskipun di luarnya nampak serba kekurangan. Banyak orang yang rela bersusah payah dan tidak jarang disertai penderitaan, demi mendapatkan sesuatu yang bernilai abadi itu. Dikisahkan ada seorang sufi yang dalam pencahariannya melantunkan sebuah syair : “aku telah mendatangi setiap penjuru dunia untuk memperoleh ketenangan hati, tetapi itu tidak aku dapatkan. Aku turuti kerakusanku, justru malah memperbudak aku. Seandainya aku menerima apa adanya (qana’ah), pasti aku akan menjadi orang yang bebas - merdeka” .

Harta yang bernilai abadi ini tidak perlu dicari kemana-mana, karena keberadaannya ada dimana saja dan akan datang setiap saat. Untuk menghadirkan keabadian itu dalam jiwanya, cukup bila seseorang secara intensif melakukan pendekatan kepada Sang Maha Pemberi. Ketenangan hati bersemayam di lubuk sanubari yang sengaja ditanam oleh Allah SWT buat hambaNya yang mau mendekat kepadaNya. Hanya Allah SWT yang merubah suasana hati manusia : dari gembira - susah, gundah - berbunga-bunga, sedih – bahagia, putus asa – penuh harapan dan seterusnya.
Ringkasnya, hanya dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT, kepuasaan hati secara komprehensif akan diperoleh dan dirasakan, dan cara lain selain itu tidak ada. Hal itu sesuai dengan petunjuk Allah SWT -yang karena kasih sayangNya kepada manusia- memberi jalan sebagai berikut : “Orang-orang yang beriman hatinya menjadi tenang karena mengingat Allah, ingatlah bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang”, Dengan ketenangan hati itu, membuat hidupnya lebih berarti dan semakin dapat menikmati kehadiran Tuhan dalam hidupnya, itulah hakekat kebagiaan yang abadi. Selanjutnya ia akan merasakan kenyamanan, keamanan, dan kedamaian hati, sesuatu yang selama ini dicari-cari dan didambakan dalam hidupnya. Hidup akan terasa mudah, ringan dan penuh harapan, karena ia yakin bahwa Tuhan tidak akan membebani sesuatu masalah kepada manusia, diluar kemampuannya, disamping itu tumbuh kesadaran bahwa “sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar